Postingan

Menampilkan postingan dari 2024

Anda Membuat Saya Malu, Nadya Andini

Gambar
Sumber Foto: detikJatim Wanita hebat bernama Nadya Andini itu berdiri di podium, mewakili ratusan wisudawan dan wisudawati memberikan sambutan kepada ITS, almamater dirinya dan ratusan wisudawan maupun wisudawati pada 21 April 2024 tersebut. Saya adalah satu dari ratusan wisudawan yang menyaksikan pidato Nadya Andini, seorang mahasiswi tunarungu dari FDKBD ITS. Dia bersemangat dengan pidatonya, meskipun jelas gaya bicaranya terkesan nyentrik dan berbeda, sesuatu yang aku tahu lazim pada tunarungu. Nadya Andini terlihat berani dan menginspirasi.  Di sanalah saya merasa malu. Wanita ini, dengan keterbatasan pendengarannya, berhasil meraih cumlaude, berdiri di podium memberikan pidatonya, dan juga penuh dengan rekam prestasi gemilang. Jika teguran dosen pembimbing sarjana saya sewaktu magister dulu seperti sebuah pukulan kecil di perut, kehadiran Nadya Andini berpidato di depan seperti tamparan kencang bagi wajah saya. Saya harus menahan titik air mata dari jatuh, demi harga d

Mengapa Sedikit Cerita Fiksi Berkesan? Analisis Pribadi Penacony HSR

  "Ah sial, si Shaoji lagi memasak." "Siapa yang mengizinkan Shaoji memasak?" Tidak mudah membuat orang-orang mengingat seorang penulis kecuali karyanya berjejak. Menariknya, sangat banyak karya fiksi, tetapi hanya sedikit yang bisa diingat oleh orang-orang. Salah satu alasannya adalah karena cerita itu tidak memiliki nilai emosional yang kuat. Loh, kok bisa? Perhatikan bahwa kebanyakan naskah yang terkenal cenderung memiliki kekuatan emosional. Kekuatan ini salah satu nilai terbesar dalam membuat naskah penulis stand out dari jutaan naskah lainnya. Misal, naskah terkenal di dunia per-platform-an. Jika diperhatikan dengan baik, naskah-naskah tersebut cenderung bagus dalam memancing emosi pembaca. Permasalahannya, kenapa memancing emosional susah direplikasi oleh penulis? Karena ada kecenderungan untuk terjebak pada target, menarasikan latar, dan tetek bengek lainnya hingga perasaan tokoh terpukul ke belakang layar dan tidak menjadi konsentrasi utama. Sebenarnya, sem

Mengubah Takdir Negeri Peri Bab 1

Gambar
  Bab 1: Melawan Tangan Takdir Pedang yang berselimut energi petir dan angin milik pria dengan penampilan wajah di usia 30-an itu sedang beradu kekuatan dengan pedang angin milik remaja pria berusia 16 tahun. Sang pria yang baru saja menumpahkan darah tujuh orang remaja, empat pria dan tiga wanita, dan remaja di depannya ini sedang melindungi dua teman wanitanya yang terluka, tetapi masih hidup. Pakaian pria penyerang itu bersimbah darah. Pakaian kemeja berwarna hitam dengan laba-laba merah itu sekarang lebih banyak merah dibanding hitamnya, terbalik dari momen awal dia menyerang. Tidak satu patah kata pun terlontar dari mulutnya selain mantra serangan selama pertarungan, menciptakan kesan haus darah dan misterius dari kehadirannya. Sementara sang remaja pria mengenakan sebuah jaket hijau dengan kemeja putih di dalamnya itu juga lumayan berdarah dari beberapa tebasan pria yang menyerang dirinya dan teman-temannya. Bahkan, pria itu berada di ujung kesadarannya. Dia sudah beberapa